Srikandi KU

Srikandi KU

Selasa, 13 April 2010

Sholawat Nabi : Untaian Kata dan Musik Terindah buat Bayi


Semenjak saya masih kecil dan sampai sekarang sudah punya anak , tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW masih terus berjalan. Berbagai macam cara dilakukan untuk memberi penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW nabi terakhir yang memberi pencerahan kepada umat manusia sedunia. Salah satu tradisi yang saat ini masih dilakukan di kampung saya desa Kedungmutih kecamatan Wedung Kabupaten Demak adalah membaca kisah nabi Muhammad atau orang lazim menyebutnya NDIBAK . Kitab ndibak ini berisi kisah-kisah nabi muhammad yang kemudian dibaca dengan lagu atau logat masing-masing didalamnya juga berisi sholawat , adapun lamanya membaca tergantung dari keinginan si pembaca. Jika ingin singkat paling lama 1,5 jam namun demikian ada juga yang membacanya sampai 2 – 3 jam . Untuk lebih menarik perhatian kadang-kadang dalam pembacaan kitab Ndibak ini juga diselingi dengan permainan terbang atau rebana.

” Wah jika kapan mulainya saya kurang tahu ya , sejak saya masih kecil tradisi membaca ndibak ini sudah ada mungkin jaman mbah-mbah saya sudah ada, dan kinipun tradisi ini kami turunkan pada anak-anak kami agar mereka selalu cinta pada Nabi Muhammad SAW . Oleh karena itu jika bulan Rabiul Awwal atau orang jawa bilang Mulud tiba di Masjid dan Musholla sini serentak mengadakan aacara pembacaan kitab Ndibak yang berisi kisah-kisah nabi ”, ujar Maftukhin imam Musholla ” Baitul Muttaqin” desa Kedungmutih yang memimpin acara pembacaan kitab Ndibak ( barzanzi )di musholla tersebut.

Tradisi pembacaan kitab Ndibak ini diadakan selama 12 hari berturut-turut, diawali pada tanggal 1 dan di akhiri pada tanggal 12 . Adapun waktu pelaksaannya tergantung dari keinginan ada yang dilaksanakan siang hari, sore hari atau malam hari, namun demikian umumya pembacaan kitab barzanzi ini kebanyakan dilakukan setelah sholat Isya’. Oleh karena itu seusai Sholat Isya’ Masjid-masjid dan Musholla –mushola menjadi ramai dan meriah dengan acara pembacaan kitab Barzanzi ini, dari kejauhan suaranya akan saling bersahut-sahutan. Selain itu sebelum berangkat ke Masjid atau Musholla para jamaah dari rumah kebanyakan membawa makanan dan minuman sebagai jamuan pada acara pembacaan kitab barzanzi tersebut. Makanan yang dibawa para jamaah itu sampai di masjid atau Musholla dijadikan satu , seusai berdoa kemudian dibagikan secara berputar dan akhirnya dimakan bersama-sama.

Pembacaan kitab barzanzi ini kadang-kadang juga tidak hanya dibaca di Masjid atau Musholla saja, di sekolah-sekolah , rumah-rumah warga masyarakat juga banya yang membaca kitab barzanzi ini . Misalnya jika ada warga yang mempunyai hajatan misalnya, Walimatut tasmiyah, Walimatul Aqiqoh, Walimatul Ursyi, Walimatul Khitan juga ada yang mengundang orang untuk membacakan kitab barzanzi ini. Ini semua dilakukan untuk mengingat dan menghormati perjuaangan nabi dalam rangka menyiarkan agama Islam , selain itu mereka juga mengharapkan syafaat nabi di hari kiamat kelak. Bahkan dalam pembacaan kitab barzanzi ini kadangkala juga ada yang mengiringi dengan alunan musik rebana maupun gambus , sehingga terdengar indah dan menarik perhatian.

Di kebanyakan daerah pulau Jawa khususnya Jawa Tengah tradisi baca barzanzi ini masih dilestarikan dan sering dibaca pada acara-acara kegiatan kemasyarakatan, apalagi jika bulan Maulud atau Rabiul Awwal tiba suara orang baca barzanzi saling bersahut-suhatan dimana saja. Entah tempat lain apa tradisi baca barzanzi ini masih ada , kita mencoba mencari informasi dari kompasianer yang lainnya di seluruh wilayah indonesia. Untuk kompasianer yang lain ditunggu liputannya.

Fatkhul Muin
Malam itu sungguh saya takjub, haru bercampur ucap “Maha Suci Engkau Ya Alloh” yang telah memperlihatkan pada kami kejadian yang luar biasa. Malam itu adalah malam rasa syukur kami pada-Mu, di mana kami mengadakan walimatul aqiqah dan walimatul tasmiyah. Dalam acara itu kami berdiri dengan bersholawat pada Rasul dengan penuh kesyahduan dan kerinduan pada Rasul. Bersamaan dengan pembacaan sholawat itu, saya diminta untuk menggendong putra pertama dan berkeliling ke semua yang hadir agar semuanya ikut mendoakan sambil mengusap kepala putra saya. Saya memohon kepada Allah SWT, agar Raka tidak menangis, karena ia biasanya tidak bisa mendengar suara keras, kemresek, karena pasti lantunan sholawat itu keras apalagi ditambah dengan pengeras suara yang kami pasang.

Namun, sungguh tak terasa, terus saya menahan air mata agar tidak jatuh, Raka tidak menangis, wajahnya terlihat menikmati hingga usapan terakhir dari yang hadir. Dan sungguh ini mengingatkan kami semua bahwa tiada lantunan nada yang paling indah, tiada lantunan klasik yang lebih klasik selain lantunan pujian pada Allah dan Rasul-Nya.

2 komentar: